Memang benar terdapat uraian sebelumnya dari Mahkamah Konstitusi yang menilai “calon kepala daerah yang pernah menjalani hukuman pidana, namun tidak diberi waktu cukup untuk beradaptasi dan membuktikan diri dalam masyarakat akan dapat terjebak kembali dalam perilaku tidak terpuji”, termasuk dalam hal ini tak sedikit mantan narapidana yang mengulang kembali tindak pidana yang sama, dalam hal ini tindak pidana korupsi, hingga berakibat semakin jauh dari tujuan menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur dan berintegritas, akantetapi secara prinsip negara punya kewajiban untuk menjamin hak seluruh warga negara secara adil.
Termasuk dalam hal ini negara sendiri juga harus mempercayai systemnya sendiri yang masih berlaku sebagai hukum positif, terkait “Pertaubatan Legal” didalam Lembaga pemasyarakatan, sehingga berarti bilamana perseorangan yang telah menjalani masa pembinaan didalam Lembaga Pemasyarakatan, maka secara formal tanpa diskriminasi harus dianggab telah siap untuk kembali ke tengah masyarakat dengan semua hak-haknya.
Kembali pada konteks Abah Anton sebagai bakal calon Walikota Malang dengan status sebagai mantan terpidana, dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, kemudian dalam putusannya majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan pidana penjara 2 (dua) tahun kepada Abah Anton, hingga kemudian Abah Anton telah menyelesaikan masa pidananya, sudah membayar denda dan telah pula menyelesaiakan masa pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 (dua) tahun.