Opini : Pro – Kontra ‘Wacana Libur Sekolah Ramadhan’

  • Bagikan
Foto : Penulis (Imam Syafi’i, S.H., M.H.)

Penulis : Imam Syafi’i, S.H., M.H. (Wakil Ketua DPC PERADI Kabupaten Malang.

Kota Malang – Wacana penerapan libur sekolah sepanjang Bulan Ramadan memicu pro dan kontra di tengah masyarakat. Sementara, sebagian pihak mendukung dengan alasan meningkatkan waktu ibadah, tidak sedikit yang khawatir libur panjang akan menambah beban para orang tua dan menurunkan kontrol terhadap aktivitas anak.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Peradi Kabupaten Malang (DPC PERADI Kabupaten), Imam Syafi’i,SH.MH, memberikan tanggapan bijak terkait wacana ini. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari kebijakan tersebut agar tidak terkesan mendadak dan minim persiapan.

“Kalau dibandingkan dengan zaman era Presiden Gus Dur, kondisinya sudah jauh berbeda dengan sekarang Dulu, anak-anak mengisi liburan Ramadan dengan kegiatan di lingkungan masjid atau mushola. Sekarang, tantangannya lebih kompleks, seperti akses teknologi seperti Gadget yang tak terbatas seperti game online, dan orang tua yang sibuk bekerja,” ungkap Alumni Pasca Sarjana Unmer Malang tersebut saat dikonfirmasi Awak media Detik Bhayangkara.Com, Jumat (3/1/2024).

Advokat Muda Kota Malang dan juga Pemilik Kantor Hukum “NAVAD LAW OFFICE” ini menyebutkan data menunjukkan selama Ramadan 2024, trafik data game online meningkat hingga 20 persen pada waktu ngabuburit saja. Fenomena ini, lanjut Praktisi Hukum Milineal ini, menambah kekhawatiran masyarakat terkait dampak libur panjang tanpa pengawasan. Sehingga diusulkan solusi menarik, yakni tetap menyelenggarakan kegiatan sekolah selama Ramadan, namun dengan penyesuaian kurikulum.

“Daripada full libur di bulan Ramadhan, lebih baik siswa-siswi tetap masuk sekolah dengan mengurangi porsi pelajaran umum dan menambah pelajaran agama,” jelas Tiem Hukum Media Detik Bhayangkara tersebut.

Imam Syafi’i memberikan saran agar sekolah mengundang ustadz untuk mengajarkan kitab-kitab klasik seperti Aqidatul Awam atau Sulam Safinah.

“Dengan siswa-siwi mempelajari kitab -kitab tersebut, Ini bisa memperkuat keyakinan orang tua bahwa anak-anak mereka belajar agama selama Ramadan. Selain itu, kegiatan ini juga dapat mengurangi potensi mereka terpapar pengaruh negatif selama libur panjang,” jelasnya.

Dengan pendekatan ini, kata Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Kota Malang tersebut, siswa tetap mendapatkan nilai keagamaan yang mendalam selama Ramadan tanpa meninggalkan rutinitas pendidikan. Sementara itu, orang tua tidak perlu khawatir dengan aktivitas anak yang tidak terpantau.

“Kami berharap Kementerian Agama RI benar-benar mempertimbangkan kebijakan ini dengan matang. Jangan sampai menjadi kebijakan yang tidak berdampak positif terhadap peserta didik,” pungkas Gus Imam Syafi’i nama panggilan akrab nya.

Untuk diketahui, Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025 sudah ditetapkan pada 14 Oktober 2024. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, pada tahun 2025 akan ada 27 hari libur yang terdiri dari 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama. Namun, libur selama bulan puasa Ramadan tidak tercantum dalam jadwal tersebut. (Red)

Opini ini ditulis oleh Penulis, menanggapi terkait wacana libur sekolah satu bulan penuh pada saat bulan Ramadhan. Adapun sumber penulisannya berasal dari buah pemikiran penulis dan tanpa bermaksud untuk menyerang dan tau merendahkan pihak manapun.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *