“Konsep pusaka di Tulungrejo sangat inklusif,” jelas Aditya, salah seorang tokoh masyarakat atau perangkat desa yang terlibat dalam ritual. “Apapun bendanya, jika ia dianggap bermakna khusus, mengandung sejarah keluarga, atau berjasa bagi si pemilik secara turun-temurun, maka ia layak dihormati dan disucikan melalui ritual Jamas. Sapu ijuk sekalipun, jika difungsikan sebagai pusaka turun-temurun dan penuh makna, akan kami jamas dengan khidmat.”
Komitmen Pelestarian dan Harapan ke Depan, Aditya menambahkan bahwa rangkaian Selamatan Desa dan Jamas Pusaka ini telah menjadi ritual tahunan yang dijalankan secara konsisten oleh Desa Tulungrejo, bersamaan dengan malam tirakatan. “Alhamdulillah, kami komitmen dan konsisten melestarikan tradisi ini setiap tahun,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan harapan besar agar tradisi unik Tulungrejo ini bisa menginspirasi desa-desa lain. “Semoga apa yang kami lakukan di Tulungrejo bisa menginspirasi desa-desa lain di Kota Batu, bahkan di wilayah lebih luas, untuk menggali dan menghidupkan kembali kearifan lokal masing-masing. Jamas pusaka dengan makna seluas ini bukan sekadar ritual fisik, tapi cara kami merawat identitas, sejarah, dan jiwa budaya kami,” pesan Aditya.
Bagi Aditya dan warga Tulungrejo, tradisi ini juga membuktikan fleksibilitas filosofi Jawa dalam menyatu dengan kehidupan modern, serta menjadi media kebangkitan kesadaran budaya di kalangan generasi muda. Ritual yang bermula dari jenang kebersamaan pagi hari itu pun berakhir dalam kesucian pusaka dan penguatan tekad untuk menjaga warisan leluhur di malam harinya, mengukuhkan Tulungrejo sebagai desa yang hidup dalam harmoni antara masa lalu, masa kini, dan alam sekitar.
Naskah ini siap untuk dipublikasikan di Siaptv.com, lebih komprehensif, mengalir, dan menonjolkan keunikan serta nilai-nilai budaya dari tradisi Selamatan Desa dan Jamas Pusaka di Tulungrejo.
Baca juga: KAJARI BATU PRIHATIN DENGAN KASUS YANG MENIMPA 43 WARGA DUSUN GERDU DESA TULUNGREJO