Di Tengah Lautan Terang yang Baru, Warga Pulau Sepanjang Pertahankan Tradisi Sambil Menunggu Janji Pembangunan Lengkap

  • Bagikan
Made, si jurnalis, tiba menggunakan kapal kayu yang bergoyang keras. Suara ombak dan angin kencang
Inilah secercah cahaya baru di Pulau Sepanjang, Sumenep. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, listrik PLN menyala di pulau terluar ini. Sebuah harapan yang kini menjadi nyata. Tapi, apakah cahaya ini cukup menerangi jalan menuju kesejahteraan yang seutuhnya?

SUMENEP , Jatimwarta.com – Cahaya lampu dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) untuk pertama kalinya dalam sejarah menyinari malam di Pulau Sepanjang, Sumenep, pada pertengahan 2023.

Garis pantai Pulau Sepanjang
Perjuangan warga Pulau Sepanjang, Sumenep, belum usai. Sebagai pulau terluar di Laut Jawa, mereka masih bergulat dengan isolasi transportasi, akses kesehatan yang terbatas, dan tantangan pendidikan anak.

Namun, di balik “sejarah baru” ini, kehidupan masyarakat pulau terluar di Laut Jawa itu masih berjalan di atas ketidakpastian infrastruktur dasar lainnya. Sebuah kunjungan investigasi oleh Made, seorang jurnalis yang juga memiliki keluarga di pulau tersebut, mengungkap ketangguhan budaya dan harapan yang belum sepenuhnya terpenuhi. (17/12/2025 )

“Yang ditunggu selama ini, akhirnya terwujud juga. Ini bentuk langkah taktis,” ujar M. Nizal, seorang warga, menggambarkan rasa syukur atas kehadiran listrik yang sebelumnya hanya bergantung pada genset milik perorangan. Namun, Nizal dan warga lainnya menyadari, terangnya lampu hanyalah satu langkah awal.

Pulau Sepanjang, Sumenep
Inilah secercah cahaya baru di Pulau Sepanjang, Sumenep. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, listrik PLN menyala di pulau terluar ini. Sebuah harapan yang kini menjadi nyata. Tapi, apakah cahaya ini cukup menerangi jala

Secara administratif, Pulau Sepanjang merupakan pulau terbesar di gugusan Kepulauan Kangean. Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah nelayan, dengan sebagian bekerja sambilan sebagai petani kebun terutama saat musim barat (Januari-Maret) yang menghalangi mereka melaut. Kehidupan multietnis di pulau ini—dengan suku Bajo, Madura, Jawa, Bali, dan Bugis—terjalin dalam prinsip kekeluargaan dan gotong royong yang masih kuat. Meski budaya Bajo dominan, tradisi suku-suku lain tetap hidup dan saling menghormati.

IBU:"Saya ingin anak saya sekolah sampai tinggi. Tapi kalau mau ke SMA di Sumenep, biaya nya besar dan kami khawatir."
Made;”Disini, hidup adalah soal ketahanan. Masyarakat dari berbagai suku hidup rukun. Mereka punya tradisi kuat, seperti selamatan laut “Rokat Tase’”, untuk menghormati pemberian alam. Tapi mereka juga punya mimpi yang sederhana.

Made mencatat, di tengah tantangan, tradisi seperti “Soro’an” (saling mengantarkan makanan) dan ritual “Rokat Tase’” (selamatan laut) masih dipelihara sebagai perekat sosial dan bentuk syukur kepada alam. “Ini warisan yang tidak boleh padam, meski listrik sudah menyala,” kata seorang tetua adat kepada Made.

Namun, harapan akan perhatian pemerintah masih besar. Akses transportasi laut yang tidak menentu tetap menjadi masalah pokok. Ketika cuaca buruk, pulau terisolasi, distribusi barang terhambat, dan akses layanan kesehatan darurat menjadi mimpi buruk. Fasilitas pendidikan meski ada, tetapi keterbatasan tenaga pendidik dan fasilitas pendukung masih menjadi kendala bagi masa depan anak-anak.

Fasilitas Kesehatan Terbatas: Eksterior atau interior sederhana Puskesmas Pembantu (Pustu) di pulau. Menggambarkan titik layanan kesehatan pertama dan terakhir yang sangat bergantung pada pasokan dari luar.
Listrik sudah menyala,tetapi perjuangan warga Pulau Sepanjang, Sumenep, belum usai. Sebagai pulau terluar di Laut Jawa, mereka masih bergulat dengan isolasi transportasi, akses kesehatan yang terbatas, dan tantangan pendidikan anak.

“Listrik adalah kemajuan besar, tapi kami butuh lebih dari sekadar penerangan. Kami butuh jalan yang pasti untuk membawa hasil laut, pelayanan kesehatan yang siap kapan pun, dan perhatian pada pendidikan anak-anak kami,” tutur seorang nelayan yang merupakan saudara Made, menyampaikan harapan kolektif warga. Mereka berharap, kehadiran negara tidak berhenti pada listrik, tetapi berlanjut pada pembangunan pelabuhan yang layak, penguatan fasilitas kesehatan di puskesmas setempat, dan perhatian serius pada sektor pendidikan untuk mencegah putus sekolah.

Pulau Sepanjang, dengan segala keindahan dan kekayaan lautnya, menanti komitmen berkelanjutan. Warga ingin pembangunan dilihat sebagai bagian dari penghormatan terhadap ketahanan dan tradisi mereka, bukan sebagai program yang terpisah dari denyut nadi kehidupan pulau.

Baca juga;

Peluk dan Cium Haru Warnai Kedatangan Presiden Prabowo di Posko Pengungsian

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!