Lolos Verifikasi, Gugatan Class Action Griya Shanta Lanjut Persidangan

  • Bagikan

Kota Malang  – Pengadilan Negeri (PN) Malang resmi menerima gugatan warga Perumahan Griyashanta sebagai class action, memperkuat posisi ribuan penghuni dalam menolak pembukaan jalan tembus yang merusak tembok sengketa. Keputusan ini menjadi langkah krusial yang memberdayakan warga untuk bersatu melawan pelanggaran hak secara kolektif.

Keputusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Achmad Soberi, SH, MH, dalam sidang dismissal process pada Selasa (23/12). Sidang ini memverifikasi kelayakan gugatan untuk lanjut ke pokok perkara, dan majelis menilai memenuhi syarat formal class action sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002.

Andi Rachmanto, SH, kuasa hukum warga, menekankan bahwa penerimaan ini bukan hanya formalitas, melainkan penguatan hak warga. “Ini hasil awal yang positif, memungkinkan perwakilan warga mewakili seluruh kelompok terdampak. Class action ini memperkuat suara masyarakat agar lebih didengar di pengadilan,” ujarnya usai sidang.

Perkara ini mendapat atensi tinggi dari Ketua PN Malang, Dr. H. Akhmad Fijiarsyah Joko Sutrisno, SH, MH, yang akan bertindak sebagai mediator pada 6 Januari 2026. “Perhatian ini menunjukkan betapa class action bisa menjadi alat efektif bagi warga biasa untuk menantang keputusan yang merugikan,” tambah Andi.

Penggugat berencana merevisi gugatan secara terbatas, hanya untuk perbaikan referensi dan redaksi, tanpa mengubah inti tuntutan. Revisi ini merespons penjebolan tembok yang terjadi di tengah proses hukum, yang dinilai melemahkan prinsip keadilan.

“Kami kecewa dengan pembongkaran oleh pihak tak dikenal. Satpol PP saja menghormati proses hukum dengan menghentikan langkahnya, tapi ini justru menunjukkan perlunya class action untuk melindungi warga dari aksi sepihak,” tegas Andi.

Ia menambahkan, tindakan itu patut dipertanyakan secara hukum karena peradilan perdata belum inkrah. Kasus juga dilaporkan pidana ke Polresta Malang Kota, memperkuat pendekatan ganda untuk keadilan. “Kami hormati penyidikan polisi, tapi class action ini memastikan hak warga tidak terabaikan,” jelasnya.

Andi meminta warga bersabar meski sidang terpotong libur panjang. Tim kuasa hukum berkomitmen mengawal hingga tuntas bahkan terkait dengan fakta adanya pembongkaran tembok meski belum ada putusan hukum “fakta lapangan tembok dibongkar tidak oleh aparat negara dan tidak dilakukan untuk memenuhi putusan hukum adalah bentuk main hakim sendiri, ini berbahaya bagi negara hukum, sehingga harusnya aparat hukum segera bertindak, terkait ada yang mengatakan warga GriyaShanta tidak berhak membuat laporan, anggapan itu adalah tidak berdasarkan hukum, sebab jika obyek yang dibongkar merupakan fasilitas umum dan ada yang merusak, maka siapapun boleh membuat Pengaduan, sebab secara norma peristiwa tersebut bukan masuk kategori untuk delik aduan, sehingga secara obyektif aparat harus bertindak terlebih dahulu, karena siapapun punya legal standing sebagai pengadu atas nama kepentingan umum” pungkasnya.

Yoedi Anugrah Pratama, SH, MH, Humas PN Malang, membenarkan perkara ini jadi sorotan karena menarik perhatian publik. “Proses class action dimulai dengan pemeriksaan awal untuk pastikan syarat perwakilan terpenuhi. Penerimaannya memperkuat akses warga ke keadilan, lanjut ke tahap pembacaan gugatan, jawaban, pembuktian, hingga putusan,” tutupnya.

Keputusan ini diharapkan jadi preseden bagi kasus serupa, di mana class action memberi kekuatan lebih bagi warga dalam menghadapi sengketa besar.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!