Jil Kalaran
Kota Batu, Jatimhits.com – BATU, di rahim dingin kota Batu
Angin gunung membawa wangi kebun apel
Dan kabut pagi seperti lembar-lembar buku
Yang menunggu disentuh mata
Di sanalah seorang penulis menempa kata
Bagai tukang besi menampa pedang
Seperti petani menggemburkan tanah
Agar padi menjadi nasi yang nikmat disantap
Tak ada satu pun yang lahir dari ketergesaan
Tak ada kalimat yang lahir tanpa hati
Ia menolak kunjungan huruf-huruf malas
Ia usir paragraf yang sekadar lewat
Tangannya terbiasa menggenggam disiplin
Jantungnya selalu berdenyut bersama nilai-nilai luhur
Sebab ia tahu
Mimpi tanpa kerja keras
Cuma akan jadi debu di halaman kosong
Ia berteman dengan malam-malam yang panjang
Lampu meja menjadi mercusuar yang menuntun kata
Menuju pelabuhan sesungguhnya
Ia amat percaya
Sebuah buku yang lahir dari kejujuran
Dapat menghipnotis bintang-bintang
Mengajaknya turun menemani anak-anak
Yang ingin berlayar di samudra mimpi mereka sendiri
Dan kini
Dari Batu suara pena itu menjelma cahaya
Menembus jarak dan musim
Menjadi kompas bagi mereka
Yang berani menolak asal jadi
Lantas memilih berlayar
Meski ombaknya belum dikenali
Juli@2025
YANG PANTAS DIBERI MAHKOTA
Lima belas kilo meter
Sebelah barat kota Apel
Udara menggantung
Seperti tirai beku
Menyimpan rahasia
Dari napas yang tak berani keluar
Jalan-jalan dipagari lampu yang letih
Seperti mata tua yang mengawasi dunia
Tanpa gairah tanpa nyala
Dan di satu sudut
Yang tak sempat dipetakan
Mas Dwi menyalakan tungku kata
Ia menolak bara palsu
Yang harganya murah di pasar malam
Ia menolak angin busuk
Yang meniupkan janji koson g
Dari para pedagang mimpi
Mas Dwi tak mau menulis sekadar
Untuk menutup lapar
Tak mau menjual huruf-hurufnya
Hanya untuk mengemis perhatian
Di pintu istana hiburan
Ia amat tahu
Satu kata yang tulus bisa lebih hangat
Dari selimut yang dibagikan oleh
Seribu tangan yang pura-pura peduli
Mas Dwi memahat kalimat
Seperti ukiran di batu beku
Mengguratkan jalan menuju
Musim semi bagi anak-anak
Yang matanya masih bersih
Di balik kaca-kaca berkabut
Anak-anak itu menatap hikayat
Dan melihat perahu layar
Dari daun-daun yang dipeluk hawa dingin
Lalu anak-anak berkata;
Bawalah kami menembus gunung-gunung itu!
Mas Dwi mengajari mereka
Bahwa mimpi tak perlu izin
Dari penjaga gerbang
Bahwa bintang-bintang pun bisa
Diundang turun
Bila hati berani mengulurkan tangan
Mas Dwi menulis langit
Yang bisa dibangun dengan
Keberanian sendiri
Langit yang tak lekang
Meski badai menghapus peta
Di genggaman
Di kota dingin itu
Mas Dwi berjalan tanpa jubah kemegahan
Tanpa pengawal apalagi iringan terompet
Tapi setiap huruf yang ia tinggalkan
Adalah obor kecil
Yang membuat tembok beku retak
Jika sekarang kota ini kembali hangat
Dan di setiap taman anak-anak bermain
Penuh kegembiraan
Dengan mata yang menyalakan fajar
Kita akan tahu
Mahkota itu milik siapa
Agt@2025
Jil Kalaran
Lahir di Jakarta 68 tahun silam. Pernah bekerja sebagai jurnalis di Harian Pagi Memorandum dan Harian Sore Surabaya Post. Aktif di Bengkel Muda Surabaya, komunitas seni budaya Seduluran Semanggi Surabaya dan Forum pegiat Kesenian Surabaya. Aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan seni, budaya dan sastra. Selain itu juga membuat film dokumenter. Sekarang tinggal di Kota Surakarta.