KUHAP Baru Diyakini Perkuat Posisi Warga, Habiburokhman: “Aparat Tidak Lagi Sepowerful Dulu”

  • Bagikan

Foto: Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman saat menyampaikan klarifikasi soal hoaks KUHAP yang baru. (Tangkapan layar YouTube DPR)

 

JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan klarifikasi terkait beredarnya berbagai informasi keliru atau hoaks mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru.

Dalam penjelasan resminya di Sidang Paripurna DPR RI pada Selasa, 18 November 2025, pria yang akrab disapa Habib itu memaparkan sejumlah poin progresif yang menurutnya justru memperkuat perlindungan hukum bagi warga negara, terutama kelompok rentan.

Habiburokhman menjelaskan bahwa beberapa isu yang berkembang di publik, seperti penyadapan tanpa batas hingga pemblokiran rekening secara sepihak, tidak sesuai dengan isi aturan baru.

Politisi Gerindra itu menegaskan bahwa KUHAP baru dirancang untuk mengoreksi ketimpangan kewenangan aparat negara yang selama ini dinilai terlalu besar dalam KUHAP lama.

Penyadapan Akan Diatur di UU Terpisah dan Wajib Izin Hakim

Dalam penjelasannya, Habib menegaskan bahwa KUHAP baru tidak mengatur langsung soal penyadapan, dan ketentuan tersebut akan dituangkan dalam undang-undang tersendiri.

“Hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP, tapi akan kita atur di undang-undang tersendiri yang membahas soal penyadapan,” ucap Habib.

“Hampir semua fraksi bahkan semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan,” lanjutnya.

Pernyataan ini sekaligus meluruskan kabar bahwa aparat diberikan ruang lebih luas untuk melakukan penyadapan.

Menurutnya, seluruh fraksi DPR sepakat bahwa pengawasan ketat harus diterapkan.

Pemblokiran Rekening Tidak Bisa Sepihak, Harus Lewat Izin Pengadilan

Isu lain yang banyak beredar adalah tuduhan bahwa aparat dapat memblokir rekening atau aset seseorang tanpa mekanisme kontrol. Habiburokhman menyatakan hal itu tidak benar.

“Semua bentuk pemblokiran tabungan, kemudian data di drive dan lain sebagainya harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan,” kata Habib.

Pria yang juga merupakan advokat itu menegaskan bahwa KUHAP baru memposisikan warga negara lebih kuat dibanding aturan sebelumnya.

“Di KUHAP yang lama, negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful, kalau di KUHAP yang baru, ya warga negara diperkuat, diberdayakan haknya diperkuat,” sambungnya.

Proses Pemeriksaan Wajib Direkam

Lebih lanjut, Habiburokhman juga memaparkan salah satu perubahan besar dalam KUHAP baru adalah kewajiban perekaman proses pemeriksaan.

“Pasal 30 ayat 2 mengatur bahwa pemeriksaan direkam menggunakan kamera pengawas, ini sangat memperkecil ruang terjadinya siksa, penyiksaan, dan intimidasi yang mana aturan ini di KUHAP lama tidak ada,” ujar Habib.

Aturan ini dinilai sebagai kemajuan signifikan untuk mencegah praktik-praktik kekerasan dalam proses penyidikan.

Penahanan Diatur Lebih Objektif hingga Pendampingan Advokat Sejak Tahap Awal

Habiburokhman juga menyoroti perubahan terkait dasar penahanan seseorang hingga pendampingan seseorang dalam persoalan hukum.

Jika sebelumnya dinilai terlalu subjektif, KUHAP baru menetapkan delapan syarat objektif sebagai standar.

“Kalau pengaturan di KUHAP baru, maka pengaturannya lebih objektif. Ada delapan hal (syarat penahanan), di KUHAP lama penahanan itu sangat subjektif, bisa seleranya penyidik saja, suka-sukanya,” turur Habib.

“Di KUHAP yang lama, baru bisa didampingi advokat ketika statusnya sudah menjadi tersangka, di KUHAP yang baru seseorang sejak awal bisa didampingi oleh advokat bahkan ketika belum berstatus sebagai saksi,” pungkasnya.

 

Red

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *