Perjudian online di Indonesia adalah bentuk kejahatan yang secara tegas dilarang oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Baik yang dilakukan secara konvensional maupun melalui internet merupakan tindakan yang melanggar hukum di Indonesia. Namun dalam praktinya terus berkembang pesat, serta seringkali memanfaatkan teknologi dan celah-celah dalam sistem hukum yang ada.
Kasus judi online yang melibatkan 18 orang tersangka, termasuk 10 orang oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) dan 8 orang sipil menimbulkan beberapa pertanyaan terkait penerapan hukum, tanggung jawab institusi, serta dampak sosial yang lebih luas. Kita dapat mengurai beberapa aspek hukum yang relevan, baik dari segi pidana, administrasi, maupun organisasi.
Tindak pidana judi online jelas melanggar hukum, baik berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Dua tersangka terbaru, (MN) dan (DM), terbukti terlibat aktif dalam perjudian online, (MN) menyetorkan daftar situs dan uang, sementara (DM) menampung hasil kejahatan. Mereka dapat dijerat dengan hukuman penjara sesuai pasal perjudian. Peran oknum pegawai Kementerian Komdigi, yang menyalahgunakan jabatan dan akses mereka untuk memfasilitasi kejahatan ini, memperburuk situasi.
Kasus ini menyoroti masalah penyalahgunaan jabatan oleh oknum pegawai negeri, yang dalam hal ini adalah pegawai Komdigi. Sebagai lembaga pemerintah yang bertugas untuk mengelola infrastruktur komunikasi dan informatika di Indonesia, pegawai Komdigi seharusnya menjadi contoh dalam hal profesionalisme dan integritas.
Dalam konteks hukum administrasi, terdapat kemungkinan adanya pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai negeri sipil (PNS), yang diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Pegawai yang terlibat dalam tindak pidana seperti perjudian online dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari pemecatan hingga penurunan pangkat, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Bila terbukti ada kelalaian dalam pengawasan internal atau bahkan indikasi bahwa penyalahgunaan jabatan ini melibatkan pejabat yang lebih tinggi di Kementerian Komdigi, maka proses hukum dan audit internal terhadap institusi ini perlu dilakukan secara menyeluruh. Ini juga menjadi kesempatan untuk memperkuat kontrol dan pengawasan di lingkungan pemerintahan.
Selain aspek pidana terhadap para pelaku, penyitaan aset hasil tindak kejahatan juga menjadi fokus penting dalam kasus ini. Polisi telah berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 300 juta dan uang yang tersimpan dalam rekening senilai Rp 2,8 miliar. Penyitaan ini merupakan langkah strategis dalam mengembalikan aset yang didapat dari tindak kejahatan dan dapat digunakan untuk membiayai proses hukum, termasuk kompensasi bagi korban jika ada.
Namun, penyitaan harta hasil kejahatan juga membuka pertanyaan terkait prosedur dan mekanisme hukum yang tepat dalam mengidentifikasi dan mengembalikan aset tersebut. Pengembalian aset ini harus dilakukan dengan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, termasuk proses penyitaan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.
Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui apakah kegiatan perjudian online ini memang melibatkan lebih banyak pegawai Komdigi dan apakah ada indikasi sistemik di dalam kementerian tersebut. Terlibatnya oknum pegawai pemerintah dalam kejahatan siber ini menunjukkan perlunya evaluasi terhadap prosedur pengawasan dan penegakan aturan internal di Komdigi.
Peran Kementerian Komdigi dalam mencegah penyebaran dan akses terhadap situs judi online juga perlu diambil tindakan lebih lanjut. Mengingat peran Komdigi dalam mengelola infrastruktur komunikasi dan teknologi informasi, kementerian ini memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa platform digital yang ada tidak digunakan untuk kegiatan ilegal, termasuk perjudian online.
Dampak sosial dari kasus ini dapat berjangkit luas, terutama karena melibatkan pegawai yang diharapkan memberikan contoh baik bagi masyarakat. Tindakan mereka bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas institusi pemerintah. Apalagi, judi online saat ini menjadi isu besar yang merusak tatanan sosial, mengarah pada kerugian ekonomi, dan berpotensi meningkatkan tingkat kecanduan pada masyarakat.
Oleh karenanya penanganan kasus ini harus melibatkan tidak hanya aspek hukum, tetapi juga upaya untuk memperbaiki persepsi publik terhadap lembaga pemerintah. Diperlukan pendekatan yang holistik, mulai dari penegakan hukum yang tegas, pembenahan internal di institusi yang terlibat, hingga edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya perjudian online dan dampaknya terhadap masyarakat.
Kesimpulannya kasus judi online yang melibatkan apparat / oknum pengawas serta penegak terhadap perkara judi online (Komdigi) merupakan salah satu wabah yang telah menjangkit masyarakat Indonesia, serta perlu perhatian serius dari semua pihak.
Penulis : Putri Milatul, M, S.H (Paralegal pada Maha Patih law Office)
Opini ini dibuat oleh penulis berdasarkan peristiwa yang telah terjadi dan menurut sudut pandang penulis, tanpa maksud mendiskreditkan pihak manapun.