Yang membuat mereka semakin khawatir, Chamdn mengeluarkan ucapan yang membingungkan, “Saya ada janji mau mendaki gunung lain.” Ucapan itu menjadi kata-kata terakhir yang mereka dengar sebelum ia menghilang begitu saja ke dalam gelapnya kabut yang menyelimuti sabana, hanya dalam hitungan lima menit, sekitar pukul 20.15 WIB. Pencarian awal oleh teman-temannya tidak membuahkan hasil, memaksa mereka melaporkan kehilangan ini ke pos pendakian pada Minggu (17/8) sore pukul 18.00 WIB.
Pencarian Kolosal di Medan Ekstrem
Sejak laporan itu diterima, mesin pencarian kolosal pun dihidupkan. Dipimpin secara terpadu oleh Basarnas dan BPBD Kota Batu, operasi SAR melibatkan gabungan 22 lembaga, termasuk TNI, Polri, Banser, komunitas pendaki, dan relawan warga. Lebih dari 130 personel dikerahkan pada hari-hari pertama, yang kemudian membengkak menjadi lebih dari 200 orang di hari ketiga—hari yang dianggap kritis.
Mereka membagi wilayah dan menyisir setiap jengkal area rawan di ketinggian 2.868 meter di atas permukaan laut (mdpl). Medan berbatu, lereng curam, jurang terjal, dan sabana luas yang sering diselimuti kabut tebal menjadi tantangan utama. Teknologi drone juga dipergunakan untuk menjangkau area yang terlalu berbahaya bagi tim darat.
Momen Haru Penemuan dan Evakuasi
Puncak drama terjadi pada Senin siang, pukul 12.31 WIB. Suara gembira pecah dari radio komunikasi tim “Ojekam Pendakian” dan SARU 2 yang dipimpin Alfa dan Febri. Mereka berhasil menemukan Chamdn yang terbaring lemah di sebuah area jalur samping sabana, jauh dari jalur pendakian utama.
Proses evakuasi pun segera dilakukan dengan hati-hati. Butuh waktu hampir tiga jam bagi tim evakuasi untuk membawa korban turun dengan menggunakan tandu khusus medan berat menuju posko utama di loket pendakian.
Sesampainya di loket sekitar pukul 15.21 WIB, suasana haru tak terbendung. Chamdn, yang masih dalam kondisi lemah, tidak mampu menahan air matanya. Tangisan itu melepaskan segala beban ketakutan, rasa sakit, dan keputusasaan yang dipendamnya selama tiga hari terombang-ambing sendirian di tengah keganasan alam. Tangisannya bukan hanya kelegaan bagi dirinya sendiri, tetapi juga menjadi pemandu yang membasuh semua keringat, lelah, dan kekhawatiran ratusan relawan yang berjibaku menyelamatkannya.
Dalam konferensi persnya, Yoni Afrisa, Dandimoff Basarnas Jatim, menyampaikan kabar gembira ini dengan mengedepankan rasa syukur. “Alhamdulillah, survivor berhasil dievakuasi tim SAR gabungan sekitar pukul 12.30. Kondisinya selamat dengan luka di kaki sebelah kanan dan sudah menjalani pemeriksaan medis di RSUD Hasta Brata,” jelas Yoni.
Ia juga tidak lupa memberikan peringatan keras bagi calon pendaki. “Gunung Buthak bukanlah tempat untuk uji nyali tanpa persiapan. Cuaca di sini sangat tidak menentu, sering hujan, dan bersuhu sangat dingin. Ini adalah wisata minat khusus dengan risiko tinggi. Kesiapan fisik, mental, dan peralatan yang memadai adalah harga mati,” pesannya tegas.
Kisah selamatnya Chamdn di Gunung Buthak kini menjadi testament nyata akan kekuatan kolaborasi, tekad baja para relawan, dan sebuah pengingat abadi tentang betapa liar dan indahnya alam Indonesia, yang harus dihadapi dengan penuh rasa hormat dan persiapan.
Lihat :
https://youtu.be/8_xtYgOwncw?si=YGlxEOVtudz3IfRR