Selain itu Abah Anton juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 (dua) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani pidana pokok, fakta tersebut menunjukkan bahwa Abah Anton dianggab bersalah dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, sehingga secara hukum, kemudian setelah masa pemidanaan dijalani didalam Lembaga Pemasyarakatan telah selesai, haruslah dimaknai sebagai “Pertaubatan Legal” yang diatur oleh negara juga sudah usai, sehingga berarti secara formal telah siap untuk kembali ke tengah masyarakat dengan segala hak-haknya tanpa diskriminasi, lebih lanjut secara prinsip didalam hukum juga telah terdapat asas “Ne Bis In Idem” yang berarti tidak boleh seseorang dihukum labih dari satu kali atas perbuatan yang sama, apalagi jika dihukum dengan suatu ketentuan hukum yang baru dibuat, setelah hukuman yang sebelumnya selesai dijalani, karena pada dasarnya hukum tidak bisa berlaku surut.
Didalam polemik yang membuat pro kontra pencalonan Abah Anton, hal ini bermula dari Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019 yang pada intinya mengatur calon kepala daerah berstatus mantan terpidana untuk maju ikut kontestasi pemilihan kepala daerah, harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara berdasarkan putusan yang telah inkracht, kemudian juga putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023, hingga adanya jurisprodensi dari putusan MK Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024.
Dari serangkaian keputusan-keputusan tersebut, dapatlah kemudian diketahui bahwasannya secara formal khususnya pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024, Mahkamah Konstitusi sudah mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi sendiri Nomor 12/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum tanggal 28 Februari 2023, hal mana dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah memaknai ketentuan Pasal 182 huruf g UU Pemilu sebagaimana termaktub dalam amar putusan angka 2 yang dalam uraiannya menerangkan sebagai berikut:
“Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan: … g (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; (ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.”