KOTA BATU, Jatimhits.com – Di tengah gemerlap festival musik komersial berbayar yang mendominasi pasar hiburan, Kota Batu justru melahirkan sebuah model kolaborasi yang patut diacungi jempol dan dijadikan studi kasus. Rock Gunung Vol. 3 bertajuk “ROCKFORESTATION: History Never Lies – We Are Back!” yang digelar pada 6 Desember 2025 di Bukit Bintang, Kelurahan Sisir, bukan sekadar ajang hura-hura. Festival ini merupakan prototipe nyata dan sukses dari sinergi Pentahelix—melibatkan Pemerintah (Disparta Kota Batu), Komunitas/Pelaku Seni, Media, Akademisi/Bisnis, dan Masyarakat—dengan kunci utama: Aksesibilitas (gratis) dan Keberlanjutan (Lingkungan).
Pada edisi ketiganya, Rock Gunung menunjukkan perkembangan signifikan. Skala lebih besar, line-up lebih solid, dan jaringan kolaborasi komunitas kreatif semakin mengakar. Yang paling dinanti, kehadiran GARASI sebagai Guest Star menjadi magnet utama. Band rock kenamaan Indonesia dengan energi panggung yang luar biasa dan lagu-lagu hits seperti “Selamat Tinggal”, “Mutiara”, dan “Jagoan Cinta” siap memukau penonton Batu.
Anggota GARASI: Antara Energi Panggung dan Dukungan untuk Musik Indie
Dalam konfirmasinya,personel GARASI menyampaikan antusiasmenya tampil di festival berbasis komunitas ini.
· Aiu (Vokal): “Kami sangat excited bisa main di Rock Gunung. Konsep festival di alam dengan latar gunung itu selalu spesial. Apalagi tahu ini hasil kolaborasi pemerintah dan komunitas lokal, itu keren banget. Ini bukti musik rock hidup dari akar rumput.”
· Axel (Gitar): “Dukung selalu festival yang memberi panggung untuk band-band lokal. Mereka itu tulang punggung scene. Kita (GARASI) dulu juga mulai dari bawah. Model seperti di Batu ini harus jadi contoh daerah lain.”
· Wembri (Bass): “Tema ‘Rockforestation’-nya sangat relevan. Musik dan kepedulian lingkungan bisa berjalan beriringan. Kami di GARASI juga selalu coba bawakan energi positif, tidak hanya di musik tapi juga pesan.”
· Aries (Drum): “Atmosfer konser gratis selalu berbeda, lebih egaliter dan penuh semangat. Penonton yang datang benar-benar karena cinta musik. Siapkan tenaga extra, kita bakar panggung Bukit Bintang!”
Selain GARASI, panggung Rock Gunung Vol. 3 diisi oleh barisan band lokal dan regional Jawa Timur yang tak kalah tangguh, menampilkan warna-warni genre rock, alternative, hingga punk: NEVER REALIZE, YOUNG GUN, COBOY NINGRAT, KM90, ISHOKUICHI, INMUSIKU, EXCOMMUNICADO ROCK, dan ROCK HOME. Yang istimewa, seluruh rentetan pertunjukan kelas ini dapat dinikmati GRATIS oleh publik. Kebijakan ini adalah komitmen nyata untuk mendemokratisasikan akses hiburan berkualitas dan mendukung ekosistem seni lokal.
“Rockforestation”: Lebih dari Sekadar Festival, Sebuah Gerakan
Mengusung konsep“Rockforestation” (Rock + Reforestation), festival ini menanamkan nilai edukasi lingkungan sejak awal. Rangkaian acara tidak dimulai saat panggung dinyalakan, melainkan dengan aksi penanaman pohon yang melibatkan panitia, musisi, dan relawan. Konsep yang ternyata sangat prophetik, dirancang jauh sebelum musim penghujan dan potensi bencana hidrometeorologi mengemuka.
“Ini pembelajaran berharga,” ungkap salah satu inisiator dari Batu Total Indiependent, kolektif berumur 16 tahun yang menjadi motor penggerak festival. “Kreativitas dalam memilih tema yang lahir dari kesadaran lingkungan, ternyata sangat relevan dengan tantangan aktual. Ini membuktikan seni dan isu sosial tidak bisa dipisahkan. Festival ini tidak berakhir saat lampu padam, tapi terus hidup melalui pohon-pohon yang kita tanam.”
Model Pentahelix yang Berjalan Nyata
Event Rock Gunung Vol.3 adalah wujud konkret dari aktivasi ruang publik yang berhasil. Pemerintah Kota Batu melalui Dinas Pariwisata (Disparta) yang dikepalai Onny Ardianto memberikan dukungan fasilitas, legitimasi, dan pengamanan. Sementara itu, 8 komunitas inti seperti Batu Total Indiependent, Komunitas Musisi 90, Batu Poppunk, Batu Drum Talent, Go Home, Dewan Kesenian Kota Batu, Long Hair, dan Berisik, bersama puluhan relawan, mengurasi seluruh aspek produksi, kurasi artistik, dan operasional.
“Ini adalah cara kami membangun ekosistem yang mandiri dan berdaulat,” tegas inisiator tersebut. “Event besar bukan monopoli promotor besar dengan modal besar. Komunitas memiliki kapasitas, keahlian, dan jaringan. Pemerintah hadir sebagai fasilitator dan enabler. Hasilnya, publik yang menikmati hiburan berkualitas gratis, pelaku seni dapat panggung, dan kota mendapat citra sebagai destinasi kreatif.”
Rock Gunung Vol. 3 “Rockforestation” bukan sekadar ajang hiburan. Ia adalah laboratorium apresiasi musik yang sehat, ruang inkubasi bagi talenta lokal, dan case study sukses tentang pembangunan kota kreatif yang inklusif, mandiri, serta berwawasan lingkungan. Festival ini membuktikan bahwa dengan kolaborasi yang tulus, musik rock yang keras dapat menjadi instrumen lembut untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat, merawat bumi, dan membangun identitas budaya daerah yang kuat.
