Dibalik Ricuhnya Demo PIK 2: Perebutan Narasi “Pribumi” vs “Oligarki” di Tangerang

  • Bagikan

TANGERANG – Suasana di Perempatan Tugu Mauk, Tangerang, pada Senin (10/11/2025) siang, bagai bom sosial yang siap meledak. Aksi damai penolakan Proyek PIK 2 berubah menjadi pentas ketegangan berdarah-dingin ketika dua kubu warga—pendemo dan yang mengklaim sebagai “pribumi asli”—nyaris bentrok. Aparat gabungan 500 personel TNI-Polri menjadi penengah dalam situasi yang dipenuhi adu mulut, lempar botol, hingga pembakaran miniatur naga sebagai simbol perlawanan.

Konflik ini tidak lagi sekadar persoalan lahan, melainkan telah bertransformasi menjadi medan pertarungan narasi dan kepentingan politik tingkat nasional.

Tokoh Nasional Turun, Situasi Memanas

Aksi yang digelar ratusan massa ini diwarnai kehadiran tokoh-tokoh nasional seperti mantan Ketua KPK Abraham Samad dan mantan Staf Khusus Menteri BUMN Said Didu. Dari atas mobil komando, pidato mereka berhasil memanaskan suasana dan mengkristalkan penolakan.

“Kami di sini dilindungi undang-undang! Jika ada pihak lain yang ingin dibenturkan dengan kami, ini sangat tidak layak!” seru Abraham Samad dengan suara lantang, seperti dikonfirmasi oleh tim siaptv.com di lokasi.

Namun, orasi dari tokoh nasional ini justru menjadi pemicu ketegangan. Sekelompok massa dari arah Kecamatan Mauk yang menyatakan diri sebagai “warga asli” datang dan merasa keberatan dengan aksi tersebut. Insiden saling sindir cepat bereskalasi menjadi adu mulut yang sengit, disusul lemparan botol air mineral dari kedua belah pihak. Aparat yang dipimpin langsung Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Andi M Indra Waspada, harus turun tangan membentuk barikade manusia untuk mencegah bentrok fisik.

Pesan Politik melalui Aksi Teatrikal Berdarah

Di tengah tensi tinggi, aksi teatrikal yang sarat simbolisme pun digelar. Pendemo tidak hanya menyembelih beberapa ekor bebek—yang ditafsirkan sebagai simbol ketidakberdayaan rakyat kecil—tetapi juga membakar miniatur naga raksasa.

Seorang demonstran yang enggan disebut namanya berteriak lantang, “Naga ini adalah oligarki! Bakar dia! Kami harap Presiden Prabowo mengerti penderitaan kami, nelayan dan petani yang terdzalimi!”

Pembakaran naga ini jelas merupakan pesan politik yang ditujukan langsung ke tampuk kekuasaan, menandakan bahwa proyek PIK 2 telah menjadi simbol kesenjangan dan cengkeraman oligarki di mata masyarakat.

Analisis Konflik: Perebutan Identitas dan Masa Depan

Apa yang terjadi di Mauk adalah potret klasik konflik agraria di Indonesia yang diperkeruh oleh tarik ulur kepentingan politik. Kehadiran tokoh nasional seperti Abraham Samad dan Said Didu mengangkat isu lokal ini ke panggung nasional, sekaligus memberi legitimasi dan penguatan narasi bagi pendemo.

Di sisi lain, kemunculan kelompok “warga asli” yang kontra-demo menunjukkan bahwa proyek semacam PIK 2 seringkali memecah belah komunitas lokal sendiri, menciptakan pro-kontra yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak.

Kapolresta Tangerang mengonfirmasi besarnya pasukan yang diterjunkan. “Saya menurunkan 500 personil, termasuk 1 SSK Dalmas Polda Banten, karena ada dua kegiatan yang berlangsung berdekatan, demo dan Istighosah,” ungkap Kombes Andi.

Meski berakhir tanpa korban jiwa, aksi ini meninggalkan jejak trauma dan pertanyaan besar. Akankah pesan dari pembakaran naga di Mauk didengar oleh pemerintah? Atau justru menjadi bara awal dari perlawanan yang lebih besar? Siaptv.com akan terus memantau perkembangan konflik PIK 2 yang telah menjadi ujian nyata bagi tata kelola pembangunan dan keadilan sosial di Indonesia.

  • Bagikan
Exit mobile version