Palu Telah Ditabuh, Masa Tunggu bagi Polisi di Jabatan Sipil Berakhir

  • Bagikan

JAKARTA – Polemik soal larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil kini tengah menjadi perbincangan hangat, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan terbaru dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada Kamis, 13 November 2025.

Sebelumnya diketahui, putusan MK itu secara resmi menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Implikasinya, seluruh penugasan polisi aktif di jabatan sipil kini kehilangan dasar hukum dan dinilai wajib untuk dihentikan.

Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan tersebut dalam Sidang Pleno MK, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.

Suhartoyo menegaskan frasa yang diuji tersebut, dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

“Frasa itu menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna norma, sehingga harus dinyatakan tidak konstitusional,” ucap Suhartoyo.

Di sisi lain, putusan ini juga mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh 2 orang, yakni Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite.

Berkaca dari hal itu, Putusan MK terkait larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil, telah memantik respons dari berbagai pihak. Berikut ini ulasan selengkapnya.

Mahfud MD Tegaskan Putusan MK Langsung Berlaku

Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri sekaligus mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menekankan putusan tersebut bersifat final dan otomatis berlaku.

“Kalau MK itu putusan hukum dan mengikat,” ujar Mahfud kepada awak media di Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat, 14 November 2025.

“Menurut undang-undang, putusan MK itu berlaku seketika begitu palu diketokkan itu berlaku,” tambahnya.

Mahfud menjelaskan, implementasi putusan MK tidak memerlukan revisi undang-undang.

Ia lantas menegaskan aturan yang memberikan celah penugasan otomatis gugur.

“Enggak, putusan MK itu enggak usah harus mengubah undang-undang, langsung berlaku. Undang-undangnya kan langsung dibatalkan,” terang Mahfud.

“Itu kan isinya atau ditugaskan oleh Kapolri itu kan sudah dibatalkan,” ujarnya.

Di sisi lain, Mahfud menilai, jika negara masih ingin menjaga prinsip demokrasi konstitusional, maka proses pemberhentian polisi dari jabatan sipil harus segera dilakukan.

Meski demikian, Guru Besar Hukum Tata Negara itu menekankan, pelaksanaan teknis putusan MK bukan ranah Komisi Reformasi Polri.

“Kalau putusan reformasi Polri itu administratif nanti ya. Kalau reformasi itu administratif disampaikan ke presiden,” tegas Mahfud.

Yusril Singgung Polisi yang Terlanjur Menjabat di Kementerian

Secara terpisah, Menko Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan putusan MK akan menjadi rujukan Komisi Percepatan Reformasi Polri dalam melakukan evaluasi.

“Ini akan menjadi bahan masukan bagi komite dalam rangka reformasi kepolisian,” kata Yusril kepada wartawan di Gedung Kemenko Kumham Imipas, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.

Menko Yusril lalu menyoroti praktik yang sudah berlangsung bertahun-tahun, saat sejumlah polisi aktif menduduki jabatan di kementerian maupun lembaga.

Menurutnya, persoalan utama kini adalah menentukan masa transisi bagi mereka yang sudah terlanjur menjabat.

“Perlu ada transisi bagaimana mereka yang sudah terlanjur memegang jabatan. Akan seperti apa akan kami bahas,” jelas Yusril.

Anggota Komisi I DPR Minta Polemik Tak Berlarut

Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai polemik terkait penempatan polisi aktif di jabatan sipil seharusnya tidak berlarut jika pemerintah konsisten menjalankan hukum.

Hasanuddin menegaskan aturan larangan ini sudah jelas bahkan tanpa putusan MK.

“Sebetulnya tanpa putusan MK pun, kalau negara mengikuti aturan yang dibuatnya sendiri, tidak ada anggota Polri aktif yang boleh menjabat di ranah sipil,” terang Hasanuddin dalam keterangan resminya, pada Jumat, 14 November 2025.

“Hal ini sangat tegas diatur dalam UU Nomor 2/2002,” sambungnya.

Di samping itu, Hasanuddin menyebut putusan MK hanya menegaskan ulang apa yang seharusnya sudah dipatuhi sejak lama.

“Putusan MK hanya mengulang dan mempertegas apa yang sudah ada dalam UU Kepolisian,” katanya.

Hasanuddin lantas menilai, ketidakpatuhan pemerintah selama ini menciptakan kerancuan dan berpotensi mengganggu profesionalisme kepolisian.

“Ini soal kepatuhan terhadap hukum. Kalau undang-undang sudah tegas, ya harus dipatuhi,” tandasnya.***

  • Bagikan
Exit mobile version