Blunder Komisi Reformasi Polri? Forum Aspirasi Justru Bungkam Suara Tersangka Undangannya

  • Bagikan

Foto; Menyoroti aksi walk out sejumlah tersangka kasus ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, saat audiensi dengan Komisi Reformasi Polri. (Instagram.com/@tifauziatyassuma)

 

JAKARTA – Sebagian publik tengah ramai menyoroti langkah audiensi antara Komisi Percepatan Reformasi Polri dan sejumlah tokoh masyarakat di kawasan STIK-PTIK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19 November 2025.

Situasi dalam kegiatan itu seketika berubah panas setelah Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun bersama tiga tokoh yang mereka sebut sebagai RRT, yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauziah Tyassuma, memilih ke luar dari acara alias walk out.

Aksi tersebut dipicu larangan bagi ketiganya untuk bersuara karena status mereka sebagai tersangka.

Sebelumnya diketahui, audiensi ini digelar sebagai ruang bertukar gagasan antara Komisi Reformasi Polri dengan publik.

Sejumlah nama diundang, mulai dari akademisi hingga aktivis seperti Refly Harun, Faizal Assegaf, Said Didu, Munarman, Brigjen TNI Purnawirawan Moeryono, dan Brigjen TNI Purnawirawan Sudarto.

Dalam surat undangan tercantum pula nama Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar yang saat ini menjadi tersangka di Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik terkait laporan Presiden Joko Widodo terkait isu ijazah palsu.

Awal Mula Undangan Pertemuan

Refly menjelaskan, pertemuan ini bermula dari inisiatif kelompok masyarakat sipil yang khawatir atas apa yang mereka nilai sebagai potensi kriminalisasi.

Pada 13 November 2025 atau satu hari sebelum RRT menjalani pemeriksaan, mereka berdiskusi dan sepakat meminta perhatian Komisi Reformasi Polri.

“Saya berinisiatif waktu itu tanpa disuruh menghubungi Pak Jimly via telepon, dan beliau menyambut baik,” kata Refly kepada awak media di kawasan PTIK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19 November 2025.

Refly kemudian mengirimkan surat permohonan audiensi dan mengajukan nama peserta, termasuk RRT.

Titik Balik Sehari Sebelum Audiensi

Menurut Refly, perubahan terjadi sehari sebelum audiensi digelar.

Pakar Hukum itu juga mengaku menerima pesan dari Ketua Komisi Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie yang menyatakan RRT tidak diperbolehkan berbicara di forum tersebut karena berstatus sebagai tersangka.

“Saya sengaja tidak kasih tahu mereka karena saya menganggap ini apa apaan. Ini kan lembaga aspirasi. Status tersangka itu belum bersalah,” ujar Refly.

Dua Pilihan untuk RRT di Lokasi

Refly Harun menuturkan, saat tiba di lokasi, RRT diberi dua opsi. Pertama, tetap duduk tetapi tidak boleh bicara. Sementara yang kedua, meninggalkan ruangan atau walk out.

Setelah berdiskusi internal, mereka memutuskan untuk keluar. Keputusan ini kemudian diikuti oleh Refly dan sejumlah tokoh lain.

“Mayoritas memilih keluar. Karena mereka memilih keluar, kami yang dari awal bersikap solidaritas ikut keluar,” kata Refly.

Tokoh Lain Mengikuti Walk Out

Diketahui, beberapa tokoh yang ikut meninggalkan ruangan adalah Said Didu, Rizal Fadila, dan Aziz Yanuar.

Mereka menilai pembatasan hak berbicara bagi pihak yang diundang bertentangan dengan semangat audiensi yang seharusnya inklusif.

Dalam kesempatan yang sama, Roy Suryo menegaskan dirinya, Rismon, dan Tifa hadir karena undangan pribadi dari Refly sebagai sesama bagian masyarakat sipil.

“Mas Refly Harun menyatakan sendiri bahwa beliau bukan juru bicara dan bukan tim lawyer. Beliau sahabat civil society yang berniat membantu kami,” kata Roy Suryo.

Alasan RRT Menolak Tetap di Ruangan

Di sisi lain, Roy Suryo juga membenarkan tawaran panitia yang mengizinkan mereka duduk di ruangan tanpa bicara.

Meski begitu, tersangka kasus tudingan ijazah palsu Jokowi itu justru sepakat menolak opsi itu.

“Tadi kami diberikan pilihan oleh Prof Jimly untuk tetap duduk di dalam tapi tidak boleh bicara atau keluar. Karena pilihan itu maka kami sepakat,” tegas Roy Suryo.***

  • Bagikan
Exit mobile version